Ini adalah kisah paling
mendebarkan dalam hidupku sampai saat tulisan ini kubuat. Saat dimana aku
berada dalam kondisi bahwa ajal akan segera menjemput, dalam keadaan yang semua
orang pasti tidak menginginkannya, penuh ketakutan..
Mengingat kembali peristiwa
kemarin, Kamis, 29 Januari 2015 saat aku dan beberapa orang teman bermaksud
pulang ke Jakarta setelah melakukan perjalanan dinas di Surabaya. Jadwal keberangkatan pukul 16:50 WIB dengan
pesawat Lion Air JT 693.
Sore itu cuaca di Surabaya memang
tidak bagus, sempat diguyur hujan deras sebelumnya. Setelah check in dan
menunggu beberapa lama diruang tunggu, sekitar pukul setengah 5 semua penumpang
dipanggil untuk memasuki pesawat. Aku merasa lega karena jadwal pesawat ga delay,
berarti lebih cepat sampai rumah dan ketemu keluarga. Tidak ada firasat apapun,
semuanya normal-normal saja. Memang sempat terjadi insiden kecil dimana 3 dari
temanku sempat telat banget datang ke bandara, dan aku beserta mereka menjadi
orang terakhir yang masuk pesawat. Ga berani aku menatap mata penumpang yang udah
duduk rapi di kursi ketika kami masuk menyusuri satu persatu barisan penumpang
hingga sampai di seat kami.
Malunya minta ampun >.<
Setelah duduk, akupun
bilang sama temanku, “Jangan diulangi lagi ya kayak gini”, dan kami pun
tertawa.
Jam tanganku menunjukkan pukul
5 ketika pesawat mulai take off. Lima belas menit pertama pesawat
terbang tanpa ada gangguan. Semuanya baik-baik saja. Tapi ternyata itu tidak berlangsung
lama. Awan tebal yang membumbung bagaikan kapas mulai membuat pesawat
bergoyang. Awalnya hanya goncangan kecil namun lama kelamaan goncangan semakin
kuat. Bahkan saking kuatnya ada penumpang yang sampai berteriak karena
ketakutan. Akupun tak kalah takut. Kulantunkan zikir menyebut nama Allah, berharap
kondisi ini segera berakhir.
Namun ternyata, goncangan
tersebut tak kunjung berhenti bahkan ada saat dimana kurasakan pesawat
berguncang sangat keras dan tiba-tiba tersentak naik. Masya Allah! Aku berzikir
dengan sangat cepat bahkan mungkin lebih cepat dari detak jantungku sendiri. Kupegang
tangan teman disebelahku kuat-kuat karena saking takutnya. Ga bisa dilukiskan bagaimana perasaanku saat
itu, saat dimana tidak ada lagi tempat bergantung
selain hanya pada Allah. Ya, di ketinggian ribuan meter diatas permukaan laut
tidak ada satupun tempat bergantung selain hanya pada Allah. Ketika goncangan
itu tak kunjung berhenti dan semakin keras aku merasa mungkin disinilah ajalku,
dengan cara seperti ini aku berakhir di dunia, penuh ketakutan dan entah mayatku nanti bisa ditemukan atau
tidak.. Aku menangis dan terus menangis.. Wajah orang-orang yang kucintai satu
per satu melintas, Ihsan, Nazneen, suami, bapak, ibu, adikku, kakakku..
Entah berapa lama persisnya
keadaan seperti itu berlangsung, yang pasti cukup lama sampai membuatku sesak
napas dan hampir pingsan.
Namun Alhamdulillah, pada
akhirnya kami selamat dan mendarat dengan mulus di Jakarta.
Keluar dari
Terminal 1A Bandara Soehat, azan Magrib menyambut kami.
Terima kasih ya Rabb, masih
memberiku kesempatan hidup...